Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index

Lingkungan    
 
Kerusakan Hutan
RTRW Pemerintah Aceh Akan Merusak 1,2 juta Hektar Hutan Aceh
Wednesday 13 Mar 2013 15:37:44

Pembicara ahli hukum, mapping, satwa & perwakilan komunitas Rudi Putra, Syahrani Gita, Dr Ian Singleton, Farwiza, Effendi (KPHA) di Menteng Raya Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (13/3).(Foto: BeritaHUKUM.com/put)
JAKARTA, Berita HUKUM - Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Istimewa Aceh, yang akan merambah 1,2 juta hektar hutan lindung di Aceh untuk kepentingan Tambang, Perkebunan sawit, ilegal logging dan jalan lintas negara, dikritisi oleh beberapa Aktivis lingkungan yang tergabung dalam Petisi di change.org, Rabu (13/3).

Hutan Aceh, dalam mengulasnya hadir pembicara ahli hukum, mapping, satwa & perwakilan komunitas Rudi Putra, Syahrani Gita, Dr Ian Singleton, Farwiza, Effendi (KPHA) di Menteng Raya Cikini, Jakarta Pusat.

Dr Ian Singleton dari Pan Enco Foundation/Sumatera Orangutan Conservation menjelaskan, pada tahun 1998 hutan Aceh mulai mendapat perlindungan hukum melalui Keputusan Presiden (keppres) RI saat itu.

Kenapa kami peduli hutan Aceh, karena Harimau tinggal sediki, Orangutan juga tinggal sedikit, Gajah, semua sangat tergantung pada masa depan Hutan dan segala macam habitatnya.

Salah satunya penyebabnya PT Kalista Alam pada tahun 2012, jelas telah melanggar lahan Rawa Gambut, sangat penting bagi kehidupan Orangutan, di kawasan Kuala Tripa pesisir Aceh bagian Barat.

Pada tahun 2007, PT Dua Perkasa Lestari, disaat Gubernur Irwandi, kemudian pada Agustus tahun 2011 muncul ijin baru, dan semua ini melanggar ijin keluar, serta jelas melanggar hukum.

Pada Januari tahun 2012, PT Kalista Alam melakukan intervensi terhadap gugatan Walhi Aceh di Pengadilan Banda Aceh, dan September tahun 2012, PT Kalista Alam telah dicabut Ijinnya oleh Gubernur Aceh.

Sementara PT SPS2 masih terus berlanjut membuka lahan baru, walau saat ini masih ada gugatan Menteri Kehutanan di Pengadilan Negeri Jakarta.

"Juga pada hutan Tripa di tahun 26 maret 2001 mulai ada pembakaran hutan, dari pantauan satelit," ujar Dr Ian.

Ditambahknya, akibat dari kerusakan ini sudah sering diberitakan di media Nasional, lokal Aceh, maupun NBC, dan Media internasional lainnya.

Sementara menurut penjelasan aktivis lingkungan Farwiza, "Pemerintah Aceh berniat akan membuka jalan baru 1,3 juta hektar, hutan Aceh terancam," katanya.

Pemerintah Aceh mendesak persetujuan tata Ruang Aceh, dengan alasan peningkatan perekonomian Aceh dan Pemerintah Pusat Jakarta sepertinya menyetujui.

Sedangkan Efendy dari Koalisi Penyelamat Hutan Aceh, yang merupakan putra asli Aceh dalam pemaparannya mengungkapkan, "Pada saat Gubernur Aceh yang baru ini Zaini Abdullah, banyak terjadi penyimpangan dan kesepakatan Tata Ruang Aceh, tentang pengelolaan Hutan yang dulu di masa Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, sudah kita sepakati namun bersama saat itu tentang perlindungan hutan, dan saat ini banyak perubahan peruntukan hutan," ujar Efendy.

Dijelaskannya apakah mereka pemerintah Aceh tidak membaca Regulasi, dan tidak mengetahui betapa pentingnya kawasan lindung ini. Kenapa jadi perubahan peruntukan, dan ada apa ini?

"Pada pelanggaran penataan ruang hampir tidak ada, proses penegakkan hukum terjadi di Aceh, dan bila ini dibiarkan terus-menerus, maka akan mengerikan dampak dan kerusakan hutan Aceh," ujarnya kembali.

Seperti perubahan fungsi hutan cagar Alam Jhanto Aceh Besar menjadi Taman Wisata Alam.

Perubahan taman buru Linge, Aceh Tengah menjadi area lain.

Perubahan fungsi sebagian suaka Marga Satwa Singgkil, menjadi hutan produksi dan area pengguna lain.

Serta ada beberapa ijin pengelolaan hutan yang diidentifikasi berada dalam usulan perubahan tersebut, dan semua ini membuat kita bertambah curiga.

Gita Saharani ahli hukum masalah lingkungan mengatakan bahwa, "semua terjadi saat ini di Aceh merupakan pelangaran atas UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, dan Peraturan Pemerintah Nomor 26," ujarnya.

Kementerian Kehutanan menghentikan proses persetujuan penetapan dan pengesahan Rancangan Qanun (RaQan) II, dengan menyampaikan perbedaan substantif dari RaQan 1 dan RaQan II pada Kementerian dalam Negeri.

Juga meminta Menteri Pekerjaan Umum, mengevaluasi langkah dari RaQan pemerintah Aceh.(bhc/put)


 
Berita Terkait Kerusakan Hutan
 
 
Untitled Document

 Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Pledoi | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index


  Berita Terkini >>
 
Polri dan KKP Gagalkan Penyelundupan Benih Bening Lobster Senilai 19,2 Miliar di Bogor
Oknum Notaris Dilaporkan ke Bareskrim Polri atas Dugaan Penggelapan Dokumen Klien
Kuasa Hukum Mohindar H.B Jelaskan Legal Standing Kepemilikan Merek Polo by Ralph Lauren
Dewan Pers Kritik Draf RUU Penyiaran: Memberangus Pers dan Tumpang Tindih
Polisi Tetapkan 4 Tersangka Kasus Senior STIP Jakarta Aniaya Junior hingga Meninggal
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?
Untitled Document

  Berita Utama >
   
Polri dan KKP Gagalkan Penyelundupan Benih Bening Lobster Senilai 19,2 Miliar di Bogor
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?
Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan
Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah
Refly Harun: 6 Ahli yang Disodorkan Pihak Terkait di MK Rontok Semua
PKB soal AHY Sebut Hancur di Koalisi Anies: Salah Analisa, Kaget Masuk Kabinet
Untitled Document

Beranda | Tentang Kami | Hubungi | Redaksi | Partners | Info Iklan | Disclaimer

Copyright2011 @ BeritaHUKUM.com
[ View Desktop Version ]